Keputusan Gubernur DKI Jakarta untuk “menarik rem darurat” dan menerapkan kembali PSBB Total di Jakarta mengundang kegaduhan.
MEGAPOLITANJATIM,Berbagai pihak turut mengeluarkan pemikirannya tentang keputusan PSBB Total ini, tak terkecuali Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Menurut Mahfud MD, persoalan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta terjadi bukan akibat kesalahan tata negara, melainkan kesalahan tata kata.
“Karena ini tata kata, akibatnya kacau kayak begitu,” ucap dia.
Menurut Mahfud, Jakarta sebenarnya sudah sejak lama mengetahui status yang akan kembali menerapkan PSBB. Namun, dengan penggunaan kata-kata “menarik rem darurat”, kebijakan yang diambil untuk PSBB total pun menjadi masalah.
“Pemerintah tahu bahwa Jakarta itu harus PSBB dan belum pernah dicabut. PSBB itu sudah diberikan, ya sudah lakukan. Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya,” kata Mahfud MD.
Ia mengatakan bahwa penggunaan kata “menarik rem darurat” saat pengumuman PSBB Total memberi kesan seolah kebijakan tersebut adalah hal yang baru sehingga mengejutkan perekonomian.
Padahal, dikatakan Mahfud MD, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menjalankan pembatasan yang sama.
Kesalahan penggunaan kata saat mengumumkan PSBB Total ini kemudian berujung pada para ahli yang menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp. 297 triliun.
Tak butuh waktu lama, pengumuman kerugian Indonesia secara ekonomi ini diinformasikan sehari setelah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengumumkan PSBB Total tersebut.
SUMBER : [Pikiran-Rakyat. com]