MENGENANG 20 TAHUN MENINGGALNYA SANG PENGGAGAS DWIFUNGSI ABRI

Budaya Ekonomi Hukum Kesehatan Pariwisata Pemerintah Pendidikan Peristiwa Religi Sosial

MENGENANG 20 TAHUN MENINGGALNYA SANG PENGGAGAS DWIFUNGSI ABRI

MEGAPOLITANJATIM,Belum ada perwira yang dua kali menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) selain Abdul Haris Nasution. Periode jabatan pertama dilakoni sejak 27 Desember 1949 hingga 18 Oktober 1952 dan yang kedua mulai 1 November 1955 hingga 21 Juni 1962. Nasution menduduki posisi itu total sekitar sembilan tahun.

Pada 1952 hingga 1955, Nasution tak mengisi posisi KSAD tak lain karena Peristiwa 17 Oktober 1952. Istana negara dikepung kendaraan lapis baja Angkatan Darat demi memaksa Presiden Sukarno membubarkan parlemen, karena politikus-politikus dianggap sedang mencampuri urusan internal Angkatan Darat.

Boleh saja Nasution tak suka politikus sipil ikut campur urusan militer, tapi di lain waktu dia menjadi konseptor atas masuknya orang-orang militer masuk ke ranah pemerintahan sipil. Di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Nasution dikenal sebagai konseptor dari Dwifungsi ABRI.

Jenderal Besar TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution di lahirkan di Kotanopan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918. A.H Nasution merupakan salah satu Tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya (Ade Irma Suryani Nasution) beserta ajudannya (Lettu Pierre A. Tendean).

Sebagai seorang Tokoh Militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya. Pak Nas demikian sebutannya dikenal jg sebagai penggagas dwifungsi ABRI. Orde Baru yang ikut didirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer yang sangat represif dan eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point, Amerika Serikat.

Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat.

Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jendral Soedirman). Sebulan kemudian jabatan “Wapangsar” dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, Pak Nas dianugerahi pangkat Jenderal Besar Bintang Lima. Pak Nas tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000 di usia 81 th dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

(Sof)

Sumber : Dikutip Dari Biografi Tokoh.co.id. dll.
Foto : Jenderal TNI Abdul Haris Nasution saat menjabat ketua MPRS, Th 1967 Di Istora Senayan Jakarta (LIFE).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *