Cara Panembah Kejawen :

Religi

Cara Panembah Kejawen :

MEGAPOLITANJATIM ,Masyarakat Kejawen memiliki cara panembah (menyembah GUSTI ALLAH) bermacam-macam. Bagi masyarakat Kejawen, tidak ada ketentuan ataupun cara tertentu dalam melakukan Panembah marang GUSTI ALLAH. Dalam melakukan Panembah, ada empat tataran panembah yang ada. Hal itu bisa kita simak dari penggalan Kitab Wedhatama sebagai berikut:

Samengko ingsun tutur,
Sembah catur supaya lumuntur,
Dhihin raga cipta jiwa rasa karsa,
Ingkono lamun ketemu,
Tandha nugrahaning Manon.

(Sekarang aku jelaskan tentang empat macam sembah. Yaitu Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa dan Sembah Rasa. Disitu akan ketemu, tanda rahmatnya GUSTI ALLAH)

Panembah adalah berasal dari kata Sembah yang berarti kita mempersembahkan sesuatu. Tetapi yang terjadi sekarang ini justru kita melakukan sembahyang atau shalat memiliki arti yang berbeda. Apa perbedaannya? Ketika kita melakukan sembahyang atau shalat, maka kita bukan mempersembahkan sesuatu pada GUSTI ALLAH, tetapi kita justru meminta melulu. Tidak ada persembahan.

1.Sembah Raga
Sembah raga bisa juga disebut dengan sembah sarengat (syariat) yang mengutamakan gerakan raga dengan cara yang sudah ditentukan, disertai dengan doa baik dengan suara yang dapat didengar orang lain maupun ucapan di dalam batin yang tidak terdengar. Dalam serat Wedhatama dijelaskan:

Sembah Raga puniku
Pakartining wong amagang laku
sesucine asarana saking warih
Kang wus lumrah limang wektu
Wantu wataking wawaton

(Sembah raga itu, pengertiannya orang yang sedang laku, caranya mensucikan diri dengan air, yang lumrah adalah lima waktu, cara-caranya sudah ditentukan)

Sembah raga ini dimaksudkan untuk membersihkan diri dengan latihan tertentu khususnya latihan jasmani. Semua itu merupakan tahap awal yang harus dilewati oleh seorang pencari kebenaran.

  1. Sembah Cipta
    Panembah dengan cara ini adalah mendekatkan diri dengan menggunakan sarana ciptanya. Yang dimaksud dengan sembah cipta adalah menghentikan ciptanya supaya menjadi tenang. Caranya adalah dengan berdiam diri, dan berusaha menghentikan ciptanya. Berhentinya cipta seorang manusia itu disebut heneng yang memiliki arti meneng (diam dan tenang).

Mengapa gerakan cipta harus dihentikan? Karena daya cipta manusia merupakan aling-aling (tabir penyekat yang menghalangi manusia dengan dunia ghaib). Dengan menghentikan cipta maka akan terbukalah tabir penyekat tersebut yang memungkinkan manusia masuk ke alam ghaib untuk mendekat pada GUSTI ALLAH.

  1. Sembah Rasa
    Sembah rasa biasa juga disebut sembah kalbu. Rasa manusia itu ada tiga yaitu rasa luar, rasa dalam, dan rasa sejati. Rasa luar adalah rasa yang terdapat pada kulit kita. Misalnya, rasa sakit, rasa panas yang kita rasakan pada kulit kita. Sedangkan rasa dalam, adalah rasa yang ada dalam diri kita. Misalnya, rasa marah, rasa senang dan lain-lain. Sementara rasa sejati adalah rasa yang dapat menerima dan mengerti aneka macam keghaiban.

Apa saja yang bisa terjadi dalam tataran sembah rasa tersebut? Hal itu bisa disimak dari serat:

Keleme mawa emut,
Lalamatan,
Jroning alam kanyut,
Sanyatane iku kenyataan kaki,
Sejatine yen tan emut
Sayekti tan bisa amor.

(Tenggelamnya dengan selalu ingat, sayup-sayup, berada dalam alam hanyut, kebenarannya itulah kenyataannya, Sejatinya kalau tidak ingat, maka tidak akan bisa bertemu (dengan GUSTI ALLAH))

Panembah rasa ini bisa disebut berhasil jika berada pada tingkat heneng-hening dan dapat mempertahankan kesadaran untuk masuk ke alam ghaib GUSTI ALLAH. Jika sudah begitu, maka juga bisa disebut sumusuping rasa jati (menyusupnya rasa sejati). Hal itu bisa disimak dari tembang pangkur berikut ini:

Tan Samar Pamoring Suksma,
Sinuksmaya winahyua ingasepi,
sinimpen, telenging kalbu,
Pambukaning warana,
Tarlen saking liyep-layaping ngaluyup,
Pindha pesathing supena,
Sumusuping rasa jati.

(Bisa melihat pamornya suksma, yang terlihat maya dan bisa dilihat di dalam sepi, tersimpan dalam dasar kalbu, Pembukaannya lantaran rasa yang liyep yang mirip mengantuk, seperti melesatnya rasa, menyatu dengan rasa sejati)

Namun dalam tataran sembah rasa tersebut, apabila sudah muncul rasa kantuk yang amat sangat maka hendaknya si pelaku spiritual tetap “eling lan waspada”. Artinya, jika rasa ngantuk tersebut dibiarkan, maka kita akan langsung tertidur pulas dan gagallah upaya untuk mendekat pada GUSTI ALLAH.

  1. Sembah Jiwa
    Bagi siapa saja yang sudah bisa melakukan sembah jiwa maka jiwa/suksma manusia tersebut dapat lepas dari raga atau jasmaninya. Peristiwa ini di kalangan masyarakat Kejawen disebut “Mati Sakjroning urip”. Dalam tataran tersebut maka kedekatan hamba dengan GUSTI ALLAH sudah boleh dikatakan dekat. Yang ada hanya rasa nikmat yang tiada taranya. Seperti diungkapkan Syech Siti Jenar bahwa rasa nikmatnya melebihi rasa bersenggama.(DA/SOF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *