Pada 30 April 2020,
Presiden saat memberikan arahan pada Musrenbangnas Tahun 2020, Kamis (30/4).
Musyarawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) adalah siklus tahunan untuk merencanakan pembangunan tahun depan, 2021, sehingga Musrenbangnas harus betul-betul adaptif dengan perkembangan situasi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini karena yang dikerjakan sekarang akan memberi fondasi bagi tahun yang akan datang.
Hal tersebut diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka agenda Musrenbangnas Tahun 2020 melalui konferensi video dari Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta, Kamis (30/4).
”Tahun ini kita sudah melakukan penyesuaian-penyesuaian target pembangunan.
Kita lakukan realokasi dan refocusing belanja secara besar-besaran.
Kita geser prioritas pada tiga hal: bidang kesehatan, jaring pengaman sosial bagi warga miskin, serta stimulus ekonomi agar pelaku usaha bisa bertahan dan mencegah terjadinya PHK,” ujar Presiden.
Lebih lanjut, Presiden menyampaikan bahwa Pemerintah butuh kecepatan untuk memberikan keselamatan seluruh rakyat Indonesia meski belum ada kepastian kapan pandemi akan berakhir.
”Setiap ahli memiliki hitungan-hitungan yang berbeda mengenai pandemi Covid.
Beberapa negara maju yang awalnya menyatakan sudah recover, sudah pulih, justru mengalami gelombang yang kedua.
Kita harus menyiapkan diri dengan berbagai skenario: skenario yang paling ringan, skenario sedang, dan skenario yang paling berat,” imbuh Presiden.
Kepala Negara meyakini bahwa dengan kedisiplinan, kecepatan, ketepatan langkah-langkah, Bangsa Indonesia akan bisa melalui situasi yang berat ini.
Dengan berbagai skenario itu, Pemerintah siapkan langkah-langkah mitigasi, baik mitigasi dampak kesehatan maupun mitigasi dampak ekonomi, dan sekaligus juga menyiapkan langkah-langkah recovery, langkah-langkah pemulihan jika penyebaran Covid-19 ini sudah bisa kita kendalikan.
”Saya optimis tahun 2021 adalah tahun recovery, tahun pemulihan, dan tahun rebound. Untuk itu, selain kecepatan dalam mengatasi Covid, kita juga perlu kecepatan untuk pulih, kecepatan untuk recovery,” kata Presiden.
Pada kesempatan itu, Presiden sampaikan bahwa negara yang akan menjadi pemenang bukan hanya negara yang berhasil cepat mengatasi Covid tapi juga negara yang cepat melakukan pemulihan, cepat melakukan recovery.
Ia menambahkan bahwa situasi pandemi seperti saat ini memberikan kesempatan untuk melihat lagi apa yang perlu diperbaiki, apa yang perlu di-reform, dan apa yang segera harus dipulihkan.
Dalam soal reform di masa pandemi ini, Presiden sampaikan harus melihat seberapa kuat ketahanan sosial, seberapa kuat ketahanan ekonomi, dan seberapa kuat ketahanan pangan, seta seberapa besar ketergantungan pada negara lain.
”Dan dalam situasi seperti ini, kita bisa melihat dan menghitung lagi berbagai potensi di dalam negeri yang kita miliki yang belum terkelola dengan maksimal, yang belum kita bangun dan kita manfaatkan secara baik.
Sebagai contoh, apa yang terjadi di sektor kesehatan, industri farmasi, bahan baku obat kita saat ini masih impor, 95 persen masih impor,” ungkap Presiden.
Alat-alat kesehatan ada tidak, lanjut Presiden, yang bisa diproduksi sendiri dan apa saja yang dibeli dari negara lain sekarang kelihatan semuanya.
”Lalu bagaimana dengan tenaga medis, rasio dokter, rasio dokter spesialis, perawat, apa cukup menghadapi situasi seperti saat ini.
Negara kita juga punya berbagai persoalan di sektor kesehatan. Kita punya beberapa penyakit menular berbahaya yang perlu penanganan khusus, seperti TBC.
Bagaimana ketersediaan rumah sakit kita, fasilitasnya, tempat tidurnya cukup atau tidak,” ujarnya.
Coba lihat misalnya TBC, menurut Presiden, Indonesia merupakan negara nomor tiga yang masih memiliki penyakit menular ini.
Menurut Presiden, tiga besar dunia yang memiliki penderita TBC adalah India, China, dan Indonesia.
”Kemudian mengenai rasio jumlah tempat tidur berdasarkan jumlah penduduk, Indonesia juga memiliki rasio masih kecil, 1,2 per 1.000. Artinya, hanya tersedia 1,2 tempat tidur bagi 1.000 penduduk.
Dibandingkan negara lain Indonesia juga masih kalah.
India 2,7 per 1.000, Tiongkok 4,3 per 1.000, dan tertinggi Jepang 13 per 1.000,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Presiden juga sampaikan bagaimana dengan laboratorium, berapa yang dipunyai, bagaimana kemampuannya, peralatannya, SDM-nya, semuanya harus dihitung karena melihat pentingnya health security di masa-masa yang akan datang.
”Kejadian pandemi Covid ini menyadarkan kita semuanya betapa pentingnya health security. Saat ini hingga beberapa tahun ke depan ada banyak persoalan yang harus kita selesaikan.
Sektor pangan misalnya, Food and Agriculture Organization (FAO) sudah memberikan peringatan akan terjadinya krisis pangan, bencana kelaparan yang mengancam dunia,” jelas Presiden.
135 juta orang di seluruh dunia, lanjut Presiden, terancam kelaparan atau bahkan mengalami situasi yang lebih buruk daripada itu.
Untuk itu, Presiden sampaikan ketersediaan pangan, food security sangat penting.
”Bagaimana dengan kesiapan produksi pangan kita, bagaimana dengan kesiapan industri pengolahan pascapanen, bagaimana dengan efisiensi rantai pasok dan distribusi, semuanya harus kita lihat lagi.
Dan kita harus menyiapkan strategi besar dalam menghadapi itu ke depan,” terang Presiden.
Diakui oleh Presiden, sektor energi juga demikian, bagaimana kesiapan Indonesia di tengah volatilitas harga minyak mentah dunia saat ini, yang tahu-tahu jatuh dari 60 kemudian sekarang pada posisi kurang lebih 20-an dan itu adalah sebuah volatilitas yang sangat besar sekali.
”Dan oleh sebab itu, kita harus merancang bagaimana strategi besar kita ke depan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil, ke mana arahnya, apakah ke bioenergy ataukah ke baterai.
Ini akan menentukan juga arah riset dan pengembangan energi baru terbarukan,” imbuhnya.
Kepala Negara juga memberikan perhatian khusus kepada sistem jaring pengaman sosial, khususnya dalam masa pandemi seperti sekarang yang dihadapi karena masyarakat yang terdampak sangat banyak, hampir di semua sektor, tersebar di seluruh tanah air.
”PHK, kehilangan pekerjaan, kehilangan pendapatan, jumlah warga miskin juga akan semakin meningkat.
Karena itu kita perlu memikirkan bersama bagaimana model dan cara sistem jaring pengaman sosial, bantuan sosial yang betul-betul efektif dan cepat sehingga setiap rupiah yang kita keluarkan sampai pada target, sampai pada sasaran, tepat sasaran,” jelasnya.
Menurut Presiden, terdapat data akurat yang transparan, yang akuntabel, setiap saat bisa dilihat, bisa diketahui sehingga dapat dikoreksi dengan cepat jika terjadi kesalahan.
”Dengan demikian kita dapat pastikan penerima adalah orang yang benar-benar berhak dan membutuhkan,” terangnya. (Red/adm)