Majelis Hakim Tolak Saksi Dari Penggugat Pada Sidang Kasus Jual Beli Gedung DPD Partai Golkar Kota Bekasi

Hukum Kriminal Pemerintah Peristiwa

Majelis Hakim Tolak Saksi Dari Penggugat Pada Sidang Kasus Jual Beli Gedung DPD Partai Golkar Kota Bekasi

Bekasi,MJ – Saat ini, Gedung DPD Partai Golkar Kota Bekasi yang berlokasi di Jl. Jenderal Ahmad Yani, No.18 RT.05/RW.02, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat sedang bermasalah Hukum terkait gugatan jual-beli.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi memutuskan untuk menunda sidang lanjutan yang menghadirkan Saksi pada kasus gugatan jual-beli Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kota Bekasi, Rabu (01/9/2021).

Agenda dalam sidang tersebut adalah menghadirkan Saksi dari pihak penggugat, yaitu sdri. Lita Wahyu. Namun, Saksi yang dihadirkan pihak kuasa hukum penggugat dalam persidangan ditolak oleh Majelis Hakim karena saat persidangan yang minggu lalu sempat hadir dengar dalam ruangan sidang padahal sudah disuruh keluar ruangan tidak boleh dengar kesaksian lain.

Saksi dari penggugat bernama Lita Wahyu ini yang juga tercatat sebagai mantan Wakil Bendahara DPD Partai Golkar Kota Bekasi akhirnya meninggalkan ruang sidang setelah Majelis Hakim menolak kehadirannya.

Majelis Hakim meminta kepada kuasa hukum penggugat untuk menghadirkan saksi lainnya dan sidang ditunda hingga Rabu, 8 September 2021.

Sementara itu, Kuasa Hukum Penggugat, Noval Alrasyid mengaku tidak berhak menjawab kenapa saksi yang dihadirkannya ditolak oleh Majelis Hakim.

“Oh kalau dasar menghadirkan Bu Lita (Saksi) karena dia tahu persoalannya. Tapi kalau ditanya kenapa ditolak, ya silahkan tanya yang berkompeten yang menolak. Kan bukan saya yang menolak,” papar Noval sambil berlalu pada wartawan.

Terpisah, Andy Iswanto Salim, selaku pihak Pembeli Gedung DPD Partai Golkar Kota Bekasi yang juga selaku Tergugat saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa saksi ini (Penggugat) Minggu lalu beralasan sakit, disuruh keluar ruang sidang tapi diam-diam masuk ruangan mendengar saat Abdul Manan sedang di periksa sebagai saksi, mungkin buat latihan atau supaya bs bareng-bareng sama dalam kesaksiannya.

“Perkara gugatan yang sudah 5 x ke Pengadilan ini, yang mana putusan dari Pengadilan sudah inkraah, namun saat ini masih sekitar mempermasalahkan Van Dadding Putusan PN No 41.

Pihak DPD Golkar Kota Bekasi dalam gugatan ke 5 ini mencoba mengubah isi Putusan Van Dadding No 41 karena tidak mampu memenuhi isi kesepatan dalam putusan,” tegas Andy Salim.

Andy Salim menambah, yang paling esensi dalam gugatan kali ini, pihak DPD Golkar mengajukan perubahan dari Konsekwensi denda 1 % per hari menjadi 6 % per tahun untuk tetap ingin mempertahankan Gedung yang sudah pernah dijual Rahmat Effendy selaku Ketua DPD Golkar Kota Bekasi pada 17 tahun lalu.

“Menurut saya simple aj ya, kalau mereka tidak sanggup membayar atau menyelesaikan komitmen untuk mambayar sesuai kesepakatan maka biarkan saya yang membayar pihak DPD Golkar Kota Bekasi sesuai dengan isi kesepatan yang tertuang dalam Putusan Van Dading PN Bekasi No 41 tersebut. Sederhana aja kan cara berpikirnya, kalau tidak mampu bayar karena ketinggian ya mohon pengurangan atau biarkan saya yang bayarkan mereka, berikan no rekening dan janji kapan mau di serah terimakan baik-baik jangan sampai melalui proses sita atau eksekusi pengosongan paksa, kan nanti akan jadi malu lebih besar,” pungkas Andy Salim.

Gugatan dengan perkara No 47 ini bersumberkan karena ada penetapan Konsinyasi yg semua ber sumber pada putusan Van Dading No 41, tp herannya ketua PN lama ataupun Hakim penetapan hanya mempertimbangkan permohonan sepihak dan berani mengamputasi isi kesepakatan damai.

Menurut saya sedia nya Pengadilan itu mengatasi masalah hukum yang ada bukan malah menimbulkan masalah hukum lain dengan produk putusan yang ngawur dan menjadikan makin amburadul nya wajah hukum di negeri kita ini.

Mereka ini contoh buruk di masyarakat, pemimpin yg tidak taat hukum, malah cenderung memaksakan kehendak karena sesama Forkominda jadi membuat kacau tatanan hukum karena perkara yang sudah inkraah selayak nya tinggal eksekusi atau melalui upaya hukum luar biasa, tapi malah jadi kacau karena terbit penetapan konsinyasi, padahal ini bukan demi kepentingan umum tapi kesepakatan para pihak.”ungkap andy salim.

Bukan nya memohon untuk pengurangan bayar sesuai isi putusan van dading No 41 tapi malah berkali kali untuk mengubah isi putusan ug sudah inkraah. (Eric_red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *