3 Penjelasan untuk Hoax Nama Jalan Jokowi di UEA Ditukar 256 hektar Lahan di Kaltim
Oleh : Rofiq Al Fikri (Koordinator Jaringan Masyarakat Muslim Melayu / JAMMAL)
Hari ini viral diberitakan oleh media-media bodrex (media online tidak dikenal yang kredibilitasnya dipertanyakan, dan perilaku wartawannya yang hanya membuat berita pesanan/bayaran) bahwa nama Presiden Jokowi di Uni Emirat Arab (UEA) adalah kompensasi alias ditukar oleh lahan seluas 256 hektar di Kalimantan Timur yang akan dibangun dinasti UEA. Lahan seluas 256 hektar tersebut merujuk luas lahan yang akan dijadikan Ibu Kota Negara (IKN) baru Indonesia. Berita itu mengutip pernyataan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah. Pernyataan yang jelas keliru bahkan hoax. Mengapa?
1️⃣ Penghormatan Tokoh dan Bangsa Indonesia oleh Dunia*. Nama Presiden Jokowi yang dijadikan nama sebuah ruas jalan strategis (di antara kantor perwakilan diplomatik negara-negara dunia) di Abu Dhabi (ibu kota UEA) oleh pemerintah UEA adalah bentuk penghargaan atas hubungan baik yang terjalin. Sekadar info bagi yang terus menaruh rasa curiga dan negatif thingking, beberapa tokoh Indonesia sebelum Jokowi juga ada yang dijadikan nama bangunan, tempat, atau ruas jalan di dunia.
Misalnya, Masjid Biru Soekarno di Rusia, Monumen Soekarno di Aljazair, Jalan Soekarno di Maroko, Jalah Moh. Hatta di Belanda, Jalan RA Kartini di Belanda, Patung Sudirman di Jepang, dan Megawati Garden di Korea Selatan. Apakah penyematan nama-nama itu hasil dari menukar lahan di Indonesia? tentu tidak, itu bentuk penghormatan dan simbol kerjasama kedua negara yang baik. Sampai sini paham?
2️⃣ Bedakan Investasi dan Penguasaan!
Merah Johan mengatakan UEA akan menguasai dan membangun dinasti di Kaltim di lahan 256 hektar dan itu dipermudah dengan Omnibus Law. Sungguh tidak nyambung dan menggambarkan orang yang tidak mengerti apa yang diucapkannya. Bahkan terlihat ia tidak bisa membedakan antara menguasai dan berinvestasi. Kita semua pasti tahu, bahwa Indonesia akan membangun IKN baru di Kaltim dengan total anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan itu sekitar Rp 485,2 triliun.
Dari dana sebanyak itu, 19,2% (Rp 93,5 triliun) berasal dari APBN yang akan digunakan untuk membangun bangunan strategis negara seperti Istana Negara, pangkalan militer, rumah dinas ASN/TNI/Polri.
Lantas 54,6% anggaran (Rp 265,2 triliun) akan menggunakan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) di mana bangunan yang dibangun ketika masa investasi sudah selesai (balik modal) tetap akan menjadi milik pemerintah Indonesia bukan badan usaha.
Dan juga Rp 127,3 triliun (26,2% dari total anggaran) akan dibiayai pihak swasta yang hanya akan diperkenankan membangun Perumahan umum, perguruan tinggi, science technopark, peningkatan bandara, pelabuhan, jalan tol, sarana kesehatan, shopping mall, atau MICE. Mengapa harus ada skema KPBU dan Swasta? Tentu saja agar pembangunan lebih efektif dan tidak membebani keuangan negara (agar tidak mengurangi hak rakyat).
Nah, dengan kondisi itu, UEA menjadi salah satu investor (skema KPBU-swasta) untuk membangun IKN. UEA tidak sendiri, ada juga Jepang (softBank) dan IDFC AS yang membentuk Sovereign Wealth Fund (Badan Pengelola Investasi Negara yang dibentuk pemerintah). UEA sendiri akan menggelontorkan sekitar Rp 319,2 triliun untuk pembangunan Ibu Kota Baru dan infrastruktur di Aceh.
3️⃣ Kenapa UEA mau mengeluarkan banyak uang untuk Indonesia? Pangeran Sheikh Mohammed bin Zayed menekankan Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia dan hubungan yang baik dengan UEA sangatlah penting. Dan perlu dicatat, Kerjasama UEA dengan Indonesia pun sifatnya government to government dan business to business seperti yang telah dijelaskan Menlu RI Retno Marsudi.
Jadi, sudah jelas sangat hoax dan sesat jika dikatakan lahan di Kaltim seluas 256 ha ditukar dengan ruas jalan di UEA, tidak ada hubungannya dan tidak nyambung,(DA/SOF)