Diberitakan Menderita Depresi, Kapolresta Manado Akhirnya Buka Suara
Jakarta,MJ – Viralnya pemberitaan tentang Kapolresta Manado yang diduga mengalami depresi akut, akhirnya membuat orang nomor 1 di Mapolresta Manado, Sulawesi Utara, itu memberikan komentar dan klarifikasi. Kepada Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, Kapolresta Manado, KBP Elvianus Laoli, SIK, MH, menginformasikan bahwa dirinya dalam keadaan sehat.
“Yang saya hormati Pak Wilson, saya klarifikasi bahwa saya sekarang ini dalam keadaan sehat lahir batin,” demikian informasi singkat dari Elvianus terkait kondisi kesehatannya yang disampaikan melalui pesan WhatsApp ke Ketum PPWI, Rabu, 11 Agustus 2021.
Elvianus Laoli juga menyampaikan bahwa terkait penerbitan surat daftar pencarian orang atau DPO, hal itu merupakan bagian dari proses hukum yang sedang ditangani. “Terkait surat DPO yang dikeluarkan penyidik merupakan bagian dari proses hukum yang sedang kami tangani,” demikian pesan WA Elvianus.
Pada pesan WA berikutnya, Kapolresta yang telah dilaporkan ke Divpropam Mabes Polri [1] itu meminta agar Tim PPWI membuat pemberitaan yang berisi komentar dan informasi terkait kesehatannya itu. “Tolong klarifikasi berita-berita tersebut. (Ini) bukan sekedar komentar pak, tapi sebagai klarifikasi saya, dengan harapan bapak memuat berita klarifikasi saya terhadap pemberitaan yang dibuat oleh tim PPWI,” ujar Elvianus penuh harap, yang selanjutnya ditutup dengan icon ‘acungan jempol’.
Merespon Elvianus, Ketum PPWI Wilson Lalengke menyampaikan ucapan terima kasih atas informasi, komentar, dan klarifikasi, serta permintaan pembuatan berita sebagai klarifikasi hak jawab Kapolresta Manado. “Baik, terima kasih atas komentarnya. Yaa, nanti saya minta team buatkan berita berikutnya dengan memasukan informasi klarifikasi dari Kapolresta Manado,” demikian kutipan balasan pesan WhatsApp Lalengke ke Elvianus, Rabu, 11 Agustus 2021.
Menanggapi percakapan WhatsApp dengan Elvianus tersebut, Lalengke mengaku sedih dan prihatin atas respon singkat yang terkesan menyederhanakan persoalan dari sang Kapolresta. Ia selanjutnya menjelaskan kepada media ini terkait klarifikasi Kapolresta Manado itu bahwa cara pikir KBP Elvianus Laoli tidak lebih baik dari seorang polisi level Tamtama, pangkat Bharada.
“Maaf yaa, sekali lagi mohon maaf sebesar-besarnya, tapi jawaban Kapolresta Manado yang sudah menyandang 3 melati di pundaknya, dengan gelar pendidikan master, itu teramat sederhana dan menggampangkan masalah. Soal kondisi kesehatan dan prosedur hukum yang disampaikan sebagai jawaban atas pemberitaan kemarin, hal itu ibarat wiro sableng bawa golok, tidak nyambung goblok! Kita tahu Anda sehat fisik, juga batin. Tapi perilaku Anda, sebagai orang yang celana dalamnya dibelikan oleh rakyat, itu yang tidak sehat. Anda sangat kentara melakukan penzoliman terhadap Nina Muhammad, seorang rakyat yang ikut membelikan celana dalam Anda dan istri Anda melalui pajak yang dibayarkan kepada negara. Ini yang saya maksud orangnya diduga tidak sehat, depresi, kehilangan akal,” beber alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu dengan tegas, Rabu, 11 Agustus 2021.
Soal penetapan DPO, tambah Lalengke, Kapolresta harus membaca baik-baik semua Peraturan Kapolri tentang bagaimana perilaku seorang polisi, bagaimana prosedur melaksanakan tugasnya, termasuk dalam menerbitkan Surat DPO [2]. Jikapun dia punya kewenangan dan kekuasaan, semua itu tidak boleh digunakan sewenang-wenang, sesuka hati, seenak udelnya.
“Dari awal penerimaan laporan itu sudah sangat janggal. Pelapor Rolandy Thalib, terlapor Nina Muhammad, dan korbannya Rolandy Thalib, namun barang bukti yang disertakan tidak ada hubungannya dengan Rolandy Thalib yang mengaku sebagai korban. Apakah salah jika publik menduga kuat bahwa di saat memasukan laporan, Rolandy yang adalah makelar kasus dari Bank Sulutgo [3] itu menyertakan atau menjanjikan sejumlah uang kepada petugas?” ungkap Lalengke dengan rasa curiga.
Dari fakta tersebut, tambah pria yang getol mengungkap kebobrokan oknum aparat selama ini, sejak awal penanganan kasus itu terlihat sudah tidak sesuai prosedur hukum, yang akhirnya kelanjutannya tentu tidak mungkin bisa mengikuti prosedur hukum yang benar. “Bagaimana mungkin Kapolresta itu masih bicara prosedur hukum saat menetapkan DPO? Panggilan ketiga saja tidak ada, orangnya juga masih bolak-balik ke kantor polisi (Mabes Polri -red) dalam rangka menuntut keadilan. Nina Muhammad itu bolak-balik di depan hidung Anda, apakah perlu menerbitkan DPO? Apa namanya itu kalau bukan arogansi kekuasaan?” tanya Lalengke yang baru-baru ini berhasil membongkar kasus pemerasan yang dilakukan oknum penyidik Bareskrim Polri, AKBP Dr. Binsan Simorangkir, SH, MH [4] ini penuh tanya.
Dari rangkaian kasus kriminalisasi warga yang diduga dilakukan Kapolresta Manado bersama jajarannya itu, Lalengke mengatakan bahwa dirinya juga mempertanyakan peran Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri. “Apa saja kerjanya Irwasum, Komjen Pol. Agung Budi Maryoto, itu yaa? Mengapa dibiarkan oknum Kapolresta Manado itu melakukan pembangkangan terhadap Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009, No. 10 tahun 2011, No. 14 tahun 2012, dan KUHAP Pasal 72, dan UU Advokat Pasal 17? Katanya Itwasum yang dipimpin Perwira Tinggi Polri bintang 3 itu ditugaskan melakukan pengawasan internal Polri untuk memberikan penjaminan kualitas kinerja anggota Polri. Faktanya penyelewengan oknum polisi terjadi dimana-mana, dari tingkat Mabes hingga polsek-polsek di setiap sudut negeri ini,” kata lulusan pasca sarjana dari tiga universitas terbaik di Eropa, Birmingham University, Utrecht University, dan Linkoping University, itu mempertanyakan kinerja Itwasum Polri.
Sebagai bahan pengetahuan pembaca, berikut dikutip beberapa ketentuan dan peraturan yang harus menjadi pedoman seluruh anggota Polri dalam menjalankan tugasnya sebagai Bhayangkara Negara.
Pasal 72 KUHAPidana menyatakan bahwa: “Atas permintaan penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.”
Pasal 17 UU Advokat, dinyatakan bahwa: “Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009, tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 9 ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa “(1) Dalam menerapkan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap warga masyarakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan asas legalitas, yakni (2) segala tindakan petugas/anggota Polri harus sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, baik di dalam perundang-undangan nasional ataupun internasional.”
Peraturan Kapolri No. 10 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian (KEPP) Negara Republik Indonesia, antara lain Pasal 10, Pasal 11, Pasal 13 ayat (1) huruf (e) dan ayat (2), Pasal 14, dan Pasal 15, semuanya adalah ketentuan yang mengatur perilaku anggota Polri dalam menjalankan tugasnya.
Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa: “Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya, dapat dicatat di dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dibuatkan Surat Pencarian Orang”.
“Semoga Kapolresta Manado yang mengaku sehat itu dapat mencerna semua ketentuan dan peraturan tersebut di atas menggunakan akal sehat dan memahaminya dengan baik. Untuk semua aparat yang dibayar gajinya dari anggaran negara, ingatlah selalu bahwa uang itu berasal dari urunan dari seluruh rakyat Indonesia, sehingga berlakulah selayaknya pelayan yang jujur, menghormati rakyat, dan mengabdilah dengan baik kepada rakyat. Jika tidak sanggup, tinggalkan posisimu dan mari bergabung dengan rakyat untuk mempelototi aparat negara dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya,” pungkas Lalengke. (APL/Red)