Hikmahanto Juwana: Kemenlu Diminta Kirim Protes Keras ke Negara Pemilik Drone Bawah Laut

Budaya Ekonomi Hukum Kesehatan Pariwisata Pemerintah Pendidikan Peristiwa Sosial

Hikmahanto Juwana: Kemenlu Diminta Kirim Protes Keras ke Negara Pemilik Drone Bawah Laut

MEGAPOLITANJATIM,|| Kementerian Luar Negeri harus tegas terhadap negara pemilik drone bawah laut yang masuk perairan Indonesia.

Pesawat tanpa awak ini ditemukan oleh nelayan di dekat Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan pada akhir Desember 2020.

“Bila sudah diketahui asal usul negara yang memiliki drone tersebut, Kemenlu harus melayangkan protes diplomatik yang keras terhadap negara tersebut dan bila perlu tindakan tegas lainnya,” kata Hikmahanto lewat keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2020.

Hikmahanto mengatakan protes ini dilakukan terlepas apakah negara tersebut adalah sahabat atau Indonesia tergantung secara ekonomi kepadanya.

Seharusnya, kata dia, Kementerian Luar Negeri melakukan tindakan yang lebih tegas lainnya bila ada kegiatan mata-mata terkuak.

“Jangan sampai Indonesia dianggap lemah bahkan mudah untuk diajak berkompromi saat tindakan mata-mata yang dilakukan oleh negara lain terkuak,” ujar Hikmahanto.

Diduga Drone Bawah Laut UUV Sea Wing (Haiyi) dari China, Apa Kemampuannya?

“UUV amat berharga, termasuk untuk kebutuhan militer angkatan laut.

Semakin militer mengenal lautan semakin baik pula kemampuannya menyembunyikan kapal selam.”

Berita drone bawah laut, diduga asal China, yang ditemukan nelayan di Selayar, Sulawesi Selatan, membuat heboh.

Terlebih, ini adalah berita sejenis yang ketiga yang pernah ada setelah sebelumnya temuan benda serupa di Kepulauan Riau pada Maret 2019 dan di perairan Sumenep pada Januari 2020.

Di Selayar, nelayan menemukannya pada 20 Desember lalu dan baru menyerahkan ke kepolisian enam hari kemudian.

Kepolisian lalu menyerahkannya untuk diselidiki di pangkalan TNI Angkatan Laut di Makassar dan belakangan disebutkan telah dipindahkan lagi ke pangkalan Armada Timur TNI AL di Surabaya, Jawa Timur.

Sebuah akun open source intelijen yang terkait keamanan dan pertahanan nasional, @Jatosint, yang memaparkan kemiripan temuan itu dengan unmanned underwater vehicle asal China.

Drone disebut memiliki ukuran panjang 225 sentimeter, panjang setiap sayap 50 cm, sirip ekor 18 cm, dan antena di bagian ekor 93 cm.

“Sangat mirip dengan UUV China, Sea Wing, yang, jika benar, memunculkan banyak pertanyaan terutama bagaimana dia bisa sampai begitu dalam di wilayah kita,” cuitnya pada 29 Desember 2020.

Belum ada pernyataan dari China perihal temuan ini, dan dugaan wahana miliknya tersebut.

Tapi, sejumlah kalangan menyebutkan kalau data dari UUV amat berharga, termasuk untuk kebutuhan militer angkatan laut. Misalnya, semakin militer mengenal lautan semakin baik pula kemampuannya menyembunyikan kapal selam.

UUV Sea Wing sendiri merujuk kepada Haiyi, robot bawah air yang dikembangkan Institut Oseanologi dan Institut Automasi Shenyang yang berada di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China.

Seperti wahana melayang (glider) lainnya, Sea Wing bergerak menembus air menggunakan sistem kompensasi buoyancy yang diisi dengan minyak.

Glider bawah laut termasuk Haiyi biasa digunakan untuk riset kelautan karena dibekali sensor-sensor untuk mengukur suhu air laut, kadar garam, turbiditas, kandungan klorofil dalam perairan, kandungan oksigen, dan perubahan arah arus laut.

Pada 2014, satu unit pertama Sea Wing merampungkan 30 hari uji nonstop di Laut China Selatan dengan melayang mejelajah di dalam air sejauh 1.022,5 kilometer.

Memiliki jenis baterai yang unik serta berbahan khusus yang melindunginya dari tekanan lebih dari 60 ton, Haiyi saat itu sekaligus dilaporkan mematahkan rekor kemampuan menyelam.

Haiyi mampu meluncur hingga 20.764 kaki atau hampir 4 mil, melewati rekor UUV milik Amerika Serikat sebelumnya yang sedalam 3,7 mil.

Setahun kemudian, selusin Sea Wing dikerahkan ke Laut China Timur, Laut China Selatan dan perairan lain di Pasifik Barat.

Misi yang diumumkan adalah untuk melengkapi observasi terhadap fenomena samudera.

Media resmi China, Xinhua, pernah mengungkap kemampuan lain dari Haiyi.

Selain lebih efisien, lebih tahan lama, dan lebih sedikit menggunakan energi daripada yang sudah ada sebelumnya, wahana yang dipublikasikan bercat kuning ini bisa mengirim data langsung dari bawah air sebuah fitur yang bahkan belum dikuasai di Amerika Serikat.

Yu Jiancheng, ketua tim ilmuwan dari ekspedisi Sea Wing mengatakan kalau data yang dikirim ke laboratorium di darat bersifat real-time. Kuncinya, ada di bagian antena di ekor.

Jika itu benar, Yin Jingwei, ahli teknik akustik bawah air di Universitas Teknik Harbin berkomentar, “jelas sebuah terobosan.”

Saat itu juga media militer China sudah langsung berspekulasi kalau Haiyi atau sayap di laut itu bisa dimanfaatkan untuk militer. Hal itu sekalipun drone tak mengusung persenjataan.

“Sejak tidak ada mesin propulsi, akustik dari wahana ini sangat rendah. Karakteristik ini yang membuat platform ini bisa memberi keuntungan besar untuk domain militer,” bunyi ulasan sebuah majalah pertahanan, Ordnance Industry Science and Technology, pada 2016.

Aplikasinya adalah dapat digunakan untuk secara instan mendeteksi kapal selam Amerika Serikat yang mungkin berseliweran di Laut China Selatan laut yang diklaim sepihak sebagai wilayah China dan memicu ketegangan internasional.

Ketegangan itu yang mengundang kehadiran Amerika Serikat di kawasan tersebut.(da/sof)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *