PARA KETURUNAN PRABU BRAWIJAYA V (MAJAPAHIT) MENJADI PARA PENGUASA NUSANTARA, DAN MENURUNKAN PARA RAJA JAWA SELANJUTNYA (DEMAK, PAJANG, MATARAM, DAN SETERUSNYA)

Budaya Ekonomi Pariwisata Pemerintah Pendidikan Peristiwa Religi Sosial

PARA KETURUNAN PRABU BRAWIJAYA V (MAJAPAHIT) MENJADI PARA PENGUASA NUSANTARA, DAN MENURUNKAN PARA RAJA JAWA SELANJUTNYA (DEMAK, PAJANG, MATARAM, DAN SETERUSNYA)

MEGAPOLITANJATIM.COM , Prabu Brawijaya V (Negara Majapahit terakhir sebelum direbut orang Daha/Kediri), sebagai seorang raja memiliki beberapa permaisuri (garwa padmi/prameswari) dan banyak selir (garwa ampeyan).

Putranya pun banyak sekali, tercatat hingga 91 anak. Banyak sekali putra beliau yang menjadi pembesar dan leluhur, tidak hanya di Tanah Jawa namun di Bumi Nusantara. Antara lain:
Dewi Retna Pembayun (putra nomor 1), menjadi permaisuri raja Pengging terakhir (Prabu Sri Makurung Handayaningrat), yang kemudian menurunkan Ki Kebo Kenanga (menjadi pemimpin Pengging bergelar Ki Ageng Pengging). Ki Ageng Pengging memiliki putra bernama Mas Karebet yang kemudian dikenal sebagai Jaka Tingkir (kemudian menjadi raja pertama di Kasultanan Pajang).

*Raden Jaka Dilah (putra nomor 2), yang kemudian menjadi penguasa Palembang bergelar Adipati Arya Damar

  • Raden Jaya Panulih (putra nomor 3), menjadi adipati di Sumenep
  • Harya Lembu Peteng (putra nomor 5), menjadi adipati Madura
  • Harya Kethul (putra nomor 6), menjadi adipati di daerah Bali
  • Raden Jaka Krewet (putra nomor 8), menjadi penguasa di Borneo (Kalimantan)
  • Raden Jaka Kretek (putra nomor 9), menjadi penguasa di Makasar (Sulawesi)
  • Raden Jimbun (putra nomor 13),(nantinya menjadi Sultan Demak pertama; Raden Patah)
    *Raden Bundhan Kejawan (putra nomor 14), menjadi suami Dewi Nawangsih (anak Jaka Tarub atau Ki Ageng Tarub II), sehingga menggantikan Ki Ageng Tarub II dan bergelar Ki Ageng Tarub III
  • Raden Katong (putra nomor 21), menjadi adipati pertama di Ponorogo; bergelar Bathara Katong)
  • Raden Gugur (putra nomor 22), yang di kemudian hari menjadi Sunan Lawu. Seorang putri dari Raden Gugur ini diperistri oleh Ki Ageng Pengging (putra Dewi Retna Pembayun dengan Prabu Handayaningrat), termasuk perkawinan saudara sepupu, hal yang lumrah terjadi di kalangan keluarga raja/bangsawan hingga jaman
    Demak-Pajang-Mataram-Kartasura-Surakarta-Yogyakarta. Perkawinan Ki Ageng Pengging dengan putri Raden Gugur ini menurunkan Mas Karebet atau Jaka Tingkir.
  • Jaka Dandung (putra nomor 28), yang di kemudian hari menjadi Syeh Bela Belu.

Banyak sekali putra Sang Prabu Brawijaya yang menjadi tokoh penyebaran Islam yang penting, seperti Raden Patah, Bathara Katong, Syeh Bela Belu, dan sebagainya.

Salah satu selir Sang Prabu adalah seorang putri Cina. Inilah ibu kandung dari Raden Jimbun. Ketika Raden Jimbun masih dalam kandungan, ibunya (putri Cina) tadi ‘dibuang’ ke Palembang, diserahkan kepada Adipati Arya Damar.

“Anakku Sang Adipati Palembang, ayah serahkan putri Cina ini padamu, mohon engkau rawat sebaik-baiknya. Namun ingatlah, garwa ampeyan-ku ini masih dalam keadaan mengandung putraku.

Janganlah menggaulinya dulu hingga putra yang dikandungnya itu lahir”, begitu kira-kira perintah Sang Prabu Brawijaya V kepada putranya yang menjadi adipati di Tanah Palembang itu. Adipati Arya Damar menurutinya. Setelah anak itu lahir, dinamakanlah Raden Jimbun atau Raden Fatah (Patah), yang kemudian dipersilahkanlah pergi ke Jawa, ke Keraton Majapahit menyusul ayahandanya.

Singkat cerita, Raden Jimbun atau Raden Patah dianugerahi wilayah Glagahwangi di kawasan pesisir utara Jawa, untuk menjadi adipati di sana.

Kadipaten Glagahwangi inilah cikal bakal Kasultanan Demak, dengan Raden Patah yang menjadi sultan pertama dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar.

Sultan Syah Alam Akbar (Raden Patah) inilah ayah dari Raden Surya atau Pangeran Sabrang Lor (menjadi Sultan Syah Alam Akbar II, raja Demak kedua) dan Radewen Trenggana (menjadi Sultan Syah Alam Akbar III, raja Demak ketiga).

Sepeninggal Sultan Syah ALam AKbar III, kekuasaan Demak diserahkan kepada Sunan Prawata (putra Sultan Trenggana atau Sultan Syah Alam Akbar III).

Namun, pamor Keraton Demak telah pindah ke Kadipaten Pajang, sebuah kadipaten yang dianugrahkan Sultan Syah Alam Akbar III kepada Jaka Tingkir, putra Ki Ageng Pengging sekaligus menantu Sultan Syah Alam Akbar III. Pajang kemudian berkembang menjadi kesultanan, sementara Demak menjadi kadipaten yang berada di bawah Negara Pajang.

Ada seseorang keturunan Sultan Demak bernama Arya Penangsang (putra Pangeran Sekar, putra kedua Sultan Syah Alam Akbar I yang kemudian disebut Pangeran Seda ing Lepen), yang memendam perasaan dendam (karena ayahnya, Pangeran Sekar terbunuh) dan ingin tahta Demak. Arya Penangsang lalu membunuh Sunan Prawata (penguasa keempat Demak).

Di sisi lain, Jaka Tingkir (putra Ki Kebo Kenanga) yang menjadi menantu Sultan Syah Alam Akbar III dan dianugerahi Kadipaten Pajang yang kemudian menjadi besar. Pajang menjadi sebuah kesultanan, dan Kadipaten Demak berada di bawah kekuasaannya.

Jaka Tingkir yang menjadi Sultan Pajang pertama dengan gelar Sultan Hadiwijaya itu lalu berusaha menumpas Adipati Jipang Arya Penangsang yang setelah membunuh Sunan Prawata juga berniat memberontak kepada Pajang.

Pasukan Jipang kalah oleh pasukan Pajang yang dipimpin oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi, rekan Sultan Hadiwijaya. Ki Ageng Pemanahan mengajak serta putranya bernama Danang Sutawijaya (diangkat sebagai anak sulung oleh Sultan Hadiwijaya).

Arya Penangsang tewas di tangan Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sekaligus putra angkat Sultan Hadiwijaya. Oleh karena itu, Danang Sutawijaya diangkat pula sebagai panglima perang atau senapati Pajang, dan diberi nama baru: Senapati Ing Alaga. Senapati putra Ki Ageng Pemanahan ini sangat disayangi oleh Sultan Hadiwijaya, sehingga dijadikan murid pula.

Siapa mengira Senapati Ing Alaga ini nantinya akan membangkang kepada Pajang, yang artinya melawan ayah angkatnya sendiri, hingga Sultan Hadiwijaya tewas karena sakit ketika bertempur melawan pasukan Senapati Ing Alaga?

Ya. Senapati Ing Alaga menjadi penguasa Bumi Mataram, sebuah wilayah yang dibuka Ki Ageng Pemanahan dan kawan-kawan (termasuk Senapati sendiri) bumi perdikan yang mulanya berupa hutan bernama Mentaok, anugerah dari Sultan Hadiwijaya atas jasa Ki Ageng Pemanahan (ayah Senapati Ing Alaga) yang berhasil menumpas Arya Penangsang.

Ki Ageng Pemanahan menjadi pembesar pertama di wilayah baru itu, dengan gelar: Ki Ageng Mataram. Sepeninggal Ki Ageng Mataram, Senapati Ing Alaga yang benama kecil Danang Sutawijaya atau Ngabehi Loring Pasar ini kemudian menjadi penguasa besar Mataram, menjadi panembahan bergelar Panembahan Senapati.

Mataram semakin besar, seperti bunyi ramalan Sunan Giri Prapen dahulu yang sempat didengar Sultan Hadiwijaya hingga Sang Sultan sempat menangguhkan penganugerahan hutan Mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan.

Bagaimana nasib Negara Pajang sepeninggal Sultan Hadiwijaya dan bagaimana hubungan keluarga Keraton Pajang dengan Panembahan Senapati yang menjadi penguasa Bumi Mataram yang disegani itu?

(Sof/Red)

🇮🇩🇮🇩🇮🇩🙏🏻🤝🙏🏻🤝🇮🇩🇮🇩🇮🇩

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *