*Oleh: Assoc. Prof. Dr. Firman Wijaya, S.H., M.H.*
Senin sore, pada 29 September 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, langit Sidoarjo tampak begitu teduh. Semula, kehidupan masyarakat sekitar berjalan seperti biasanya. Semua berjalan normal.
Namun, di luar dugaan, suasana tiba-tiba berubah menjadi duka ketika bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny yang berdiri kokoh di kawasan Buduran, Jawa Timur, mendadak roboh.
Bangunan yang rencana dibangun tiga lantai yang sehari-hari digunakan sebagai musala dan ruang belajar itu tiba-tiba ambruk dalam hitungan detik.
Peristiwa itu menyisakan puing-puing dan kepanikan luar biasa di antara para santri maupun warga sekitar.
Peristiwa memilukan ini seketika menjadi duka nasional, karena media di berbagai penjuru nusantara secara serentak menayangkan musibah tersebut.
Pukulan berat kini dirasakan tidak hanya bagi keluarga besar Ponpes Al-Khoziny, tetapi juga bagi dunia pendidikan Tanah Air.
*Hasil Penyelidikan Awal*
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara yang dilakukan aparat kepolisian bersama tim ahli memastikan bahwa kejadian ini selain bagian dari musibah, juga ada unsur kelalaian dalam proses pembangunan gedung yang telah ambruk.
Dari keterangan yang disampaikan Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto, mengatakan bahwa indikasi awal menunjukkan adanya failed of construction (kegagalan konstruksi) sebagai penyebab utama runtuhnya bangunan.
Hal senada disampaikan Mudji Irmawan, seorang ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Menurutnya, penyebab utama di balik insiden ini yakni kegagalan struktur akibat elemen bangunan tidak mampu menopang beban tambahan.
Menurut hasil analisisnya, proses pembangunan Ponpes Al-Khoziny memakai metode “pancake method”. Metode ini merujuk pada proses pembangunan konstruksi dengan membangun lantai baru di atas struktur lama tanpa memperkuat terlebih dahulu fondasi yang ada. Atau tidak melalui perhitungan ulang daya dukung beban.
Umumnya, teknik ini digunakan dengan tujuan menghemat waktu dan biaya, namun memiliki risiko tinggi, karena tidak melakukan perhitungan yang matang dari segi teknik.
Masih menurut hasil kajian yang sama, bahwa bangunan awal Ponpes Al-Khoziny adalah untuk dua lantai, namun ditambah menjadi tiga lantai tanpa rekonstruksi struktur dasar.
Akibatnya, beban vertikal yang tadinya ditopang oleh kolom dan fondasi lama menjadi berlebihan (kelebihan beban), sehingga membuat bangunan kolaps secara tiba-tiba.
Meskipun dari hasil penyelidikan awal ini terdapat unsur kesalahan teknis dalam proses pengerjaan bangunan, tetap ini ada unsur yang tergolong musibah. Karena memang tidak ada niat buruk, atau kesengajaan.
Pastinya, semua pihak, baik itu keluarga besar, pengelola pesantren maupun para pekerja bangunan, tidak menginginkan musibah ini terjadi. Kondisi ini termasuk dalam kategori kondisi luar biasa (KLB). Dikatakan demikian karena memang kejadiannya di luar perkiraan atau tidak dikehendaki, dan saya yakin bapak Menteri PUPR Dody Hanggodo cepat tanggap terhadap situasi ini.
Justru dengan adanya musibah ini, semua bisa melakukan introspeksi untuk kembali melihat proses awal pembangunan seperti apa.
Kejadian ini sejatinya menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak, utamanya bagi para pengelola lembaga pendidikan agar lebih waspada dalam merancang gedung pendidikan, karena ini tidak hanya menyangkut masa depan generasi bangsa, melainkan juga demi keselamatan seluruh rakyat Indonesia.
*Komitmen Pemerintah*
Tanpa mengabaikan adanya faktor teknis di balik musibah yang menimpa Ponpes Al Koziny, satu hal yang patut diapresiasi adalah komitmen pemerintah untuk terlibat dalam upaya membangun ulang gedung yang telah ambruk.
Tidak lama setelah kejadian itu, Tim dari Kementerian PUPR langsung diterjunkan untuk melakukan asesmen struktur serta evaluasi atas bangunan yang telah ambruk.
Langkah pemerintah tersebut sebagai bentuk komitmen terhadap segala bentuk musibah yang menimpa masyarakat.
Selain itu, satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian besar terhadap penguatan dunia pendidikan.
Salah satu prioritas penting pemerintah saat ini adalah menciptakan Generasi Emas Indonesia 2045. Persiapan generasi emas ini meliputi penciptaan generasi muda yang cerdas, berkarakter, dan siap bersaing di tingkat global.
Untuk mewujudkan mimpi tersebut bukanlah perkara mudah. Menyadari hal itu, pemerintah kini tidak hanya fokus pada aspek sumber daya manusianya, tetapi juga pada kualitas infrastruktur pendidikan.
Hal ini meliputi tidak hanya pendidikan negeri, tapi juga yang berada di lingkungan pesantren, madrasah, dan lembaga swasta lainnya yang turut berperan penting dalam membangun moral serta karakter bangsa.
Sebagai bentuk langkah konkret, pemerintah hari ini telah meluncurkan berbagai kebijakan dan program, seperti Program Makanan Bergizi (MBG) yang bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan dan gizi generasi muda bangsa.
Meski begitu, atensi pemerintah tidak berhenti pada peningkatan kualitas kesehatan dan gizi generasi muda, tapi juga seluruh dimensi pendidikan yang ada, termasuk dalam hal ini infrastruktur pendidikan.
Rencana penguatan infrastruktur pendidikan itu dilakukan salah satunya melalui pembangunan Sekolah (unggulan) Garuda dan SMA Taruna Nusantara (Tarnus).
Rencana pembangunan infrastruktur pendidikan itu membuktikan sekali lagi, bahwa pemerintah di bawah Presiden Prabowo ini benar-benar ingin membangun generasi masa depan bangsa melalui penguatan sektor pendidikan itu sendiri.
Karena itu, keseriusan pemerintah melalui Kementerian PUPR, untuk memperbaiki dan memperkuat fasilitas fisik pendidikan, baik milik negeri maupun swasta, termasuk dalam konteks ini pondok pesantren seperti Al-Khoziny harus dilihat dalam semangat yang sama.
Yang perlu dipertegas adalah bahwa keterlibatan pemerintah dalam membantu pembangunan kembali Ponpes Al-Khoziny bukan karena faktor afiliasi kelompok, kedekatan politik, atau kepentingan tertentu, tetapi ini semua murni tanggung jawab pemerintah untuk memajukan pendidikan Tanah Air.
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah, pesantren dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia memiliki kontribusi besar dalam membentuk karakter moral generasi muda.
Fakta historis ini jangan sampai diabaikan, hanya karena persoalan momentum yang terjadi belakangan ini.
Adapun, profesionalitas penegakan hukum itu tetap penting, namun perlu berbasis sensitivitas. Sebab, kondisi pesantren itu proporsionalitas yang juga patut dijaga oleh kita semua.
Karena itu, dukungan pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam seperti pesantren harus dimaknai sebagai bentuk apresiasi terhadap pihak-pihak yang ingin memajukan pendidikan di Indonesia, tidak peduli dari etnis apa, atau dari komunitas mana. Selama komitmennya sama untuk membangun negeri, maka negara wajib memberikan dukungan terhadap langkah tersebut.
Kaitannya dengan pembangunan ulang Ponpes Al Khoziny ini, Kementerian PUPR akan memastikan proses pembangunan dilakukan sesuai standar teknis konstruksi yang berlaku, dengan melibatkan seluruh ahli struktur dan tenaga profesional.
Akhirnya, di balik robohnya bangunan Ponpes Al-Khoziny memang meninggalkan luka yang mendalam, namun tersimpan pelajaran berharga yang menumbuhkan kembali kesadaran dan perhatian kita terhadap pentingnya membangun masa depan generasi emas Indonesia.