Kedudukan Dewan Pers Menurut UU PERS No 40 Tahun 1999. Bagian 2.

Budaya Ekonomi Hukum Pendidikan Peristiwa

Kedudukan Dewan Pers

Megapolitanjatim,||Berawal dari cara menafsirkan ketentuan Pasal 15 ayat 2 (e) UU 40/1999 terkait fungsi Dewan Pers. Dimana kelompok non konstituen Dewan Pers berpendapat bahwa kewenangan Dewan Pers hanya mendata bukan melakukan verifikasi, sedang Dewan Pers menafsirkan bahwa mendata itu termasuk didalamnya melakukan verifikasi.

Terlebih dahulu penulis akan membahas secara akademik apa itu pendataan dan apa verifikasi, serta apa bedanya?

Definisi Pendataan dan Verifikasi:

Pendataan:
Pendataan menurut Herlambang (2005), adalah merupakan suatu proses pencatatan keterangan yang benar dan nyata tentang sesuatu, baik manusia, benda, lingkungan, maupun kejadian tertentu.

Jadi yang dimaksud mendata adalah proses, cara dan perbuatan dalam mencatat keterangan, bukti dan fakta tentang kenyataan yang masih mentah (original) yang belum diolah apa adanya.

Pencatatan ini dimaksudkan sebagai suatu dokumentasi atau arsip yang dapat digunakan untuk suatu keperluan di masa depan.

Verifikasi:
Verifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah pemeriksaan tentang kebenaran laporan, pernyataan, perhitungan uang, dan sebagainya, sehingga Verifikasi merupakan proses membangun kebenaran, akurasi, atau validitas sesuatu.

Verifikasi adalah sebuah proses konfirmasi melalui penyediaan bukti objektif bahwa semua persyaratan yang ditentukan telah terpenuhi dengan pengujian secara ilmiah dan menggunakan standarisasi yang telah ditentukan.

Maka dari proses verifikasi akan berujung pada hasil kesimpulan antara lulus verifikasi dan tidak lulus verifikasi.

Dari uraian diatas sangat jelas perbedaannya antara pendataan dan verifikasi, dimana masing-masing memiliki proses pekerjaan dan output yang berbeda.

Kalau output dari pendataan adalah memiliki informasi data lengkap yang akan dijadikan dokumen untuk digunakan keperluan yang akan datang.

Sedang output dari verifikasi adalah memiliki informasi data yang sudah menjadi dua bagian, antara yang lolos verifikasi dan yang tidak lolos verifikasi.

Jadi penulis berpendapat bahwa pendataan bukan verifikasi dan verifikasi bukan bagian dari pendataan, begitu sebaliknya, karena masing-masing memiliki proses pekerjaan yang berbeda dan hasil akhir dari keduanya sangat berbeda.

Dengan demikian bahwa yang diamanatkan UU Pers 40 Tahun 1999 kepada Dewan Pers bukan untuk melakukan verifikasi tetapi hanya diperintahkan untuk mendata Perusahaan Pers.

Dari sini penulis masih melihat dan menganggap bahwa cara berfikir Dewan Pers masih kental dengan paradigma lama seakan masih merasa berkuasa seperti Lembaga Negara.

Paradigma seperti itu adalah gambaran implementasi UU No 11/1966, lembaran negara RI 1966 No 40 dan UU No 21/1982, Lembaran Negara RI 1982 No.52, dimana kedua undang undang tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku lagi karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Kesimpulan:
Penulis disini menganalisa dan berpendapat;

1. Bahwa Pendataan bukan verifikasi dan verifikasi bukan bagian dari pendataan, begitu sebaliknya, karena keduanya masing-masing memiliki proses pekerjaan dan output yang berbeda.

2. Bahwa Dewan Pers tidak memiliki kewenangan dalam melakukan verifikasi, tetapi fungsinya hanya mendata perusahaan pers sesuai amanat UU Pers No 40 Tahun 1999.

3. Dokumen Surat Edaran Dewan Pers Nomor 495/DP/K/VI/2021, poin 6 dan 7 tentang Verifikasi bertentangan dengan amanat UU Pers No 40/1999 Pasal 15 Ayat 2 poin F, yaitu Mendata Perusahaan Pers.

4. Bahwa dokumen Surat Edaran Dewan Pers Nomor 495/DP/K/VI/2021 tidak mengikat bagi insan pers, organisasi wartawan dan perusahaan pers, karena tidak diundangkan dalam lembaran negara, dimohon untuk ditinjau kembali.

5. Kalau boleh penulis berpesan bahwa Dewan Pers agar menurunkan libido paradigma lama demi membangun persatuan dan kesatuan insan pers nasional.

*Pemerhati Media/Pers, dosen dan
mantan anggota DPRD tiga periode.