Zaman Now Lidi Sawit Berharga 2000/Kg, Solusi Pemulihan Ekonomi Pasbar di Masa Pandemi
Pasaman Barat, Megapolitanjatim
Saat ini, pandemi COVID-19 sangat berdampak terhadap ekonomi masyarakat.
Virus yang mulai menyerang dunia dan Indonesia sejak awal 2020 membuat pelaku usaha kalangan menengah mengalami penurunan omset.
Bahkan ada yang gulung tikar. Akibat dengan adanya virus itu membuat aktifitas masyarakat dibatasi. Pasar tidak seramai hari biasa, aktifitas pusat perbelanjaan dibatasi, dagangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tak ada yang beli.
Jangankan untung, pulang modalpun tidak. Masyarakat takut keluar rumah. Mereka lebih memilih dan yakin memasak di rumah dengan tingkat kebersihan yang lebih terjamin. Mereka takut terpapar COVID-19.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki belum lama ini pelaku usaha mikro yang gulung tikar akibat pandemi COVID-19 secara nasional tidak lebih dari 500 ribu.
Khusus di Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar dari data Forum UMKM setempat pelaku UMKM yang terdampak ada sekitar 25 ribu dan gulung tikar ada 60 UMKM.
Menurut Ketua Forum UMKM Pasaman Barat, Ade Media Saputra kebanyakan UMKM yang paling terdampak dan gulung tikar adalah UMKM yang berada di daerah kawasan wisatawan seperti pantai Sasak, Aia Bangis dan Lubuak Landua.
“Pelaku usaha wisatawan bergantung pada penghujung wisata. Apalagi UMKM yang tidak tergabung pada penjualan online,” katanya.
Dampak yang begitu terasa itu membuat pemerintah berupaya dan gencar-gencarnya mendorong pelaku usaha terutama UMKM bangkit dari keterpurukan.
Pemerintah telah menyalurkan berbagai stimulus bantuan untuk pelaku UMKM yang terdampak COVID-19.
Tidak kurang pada 2021 ini melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2021 dianggarkan sebesar Rp191 juta triliun atau 27 persen dari total pagu anggaran sebesar Rp699,43 triliun.
Selain itu juga ada sejumlah bantuan lain seperti subsidi bunga kredit, penempatan dana pada bank umum untuk pembiayaan UMKM, penjaminan modal kerja, bantuan Presiden (Banpres) produktif usaha mikro dan lainnya.
Lidi Sawit bernilai ekonomis
Di tengah kesulitan ekonomi saat ini, berbagai bantuan itu merupakan perangsang bagi pelaku usaha untuk kembali bangkit dan memberdayakan potensi yang ada bernilai ekonomis.
Masyarakat harus bersatu, bergotong royong bagaimana membangkitkan ekonomi terutama usaha mikro.
Mengingat kembali seruan Bung Karno Bangsa Indonesia merdeka dengan persatuan dan kesatuan yang kuat melalui perjuangan bersama dan gotong royong.
Menganologikan sebatang sapu lidi. Jika tidak diikat maka tidak akan berdaya guna. Satu lidi tak berdaya guna. Jika diikat bersatu maka akan kuat dan memberikan manfaat bagi orang lain.
Nah, saat ini di Pasaman Barat, daerah yang terletak di bagian paling utara Sumbar ini mulai bergerak mengumpulkan lidi dari pelepah kelapa sawit.
Selama ini lidi kelapa sawit hanya terbuang dibiarkan melepuh. Hari ini, lidi kelapa sawit itu bisa diberdayakan bernilai ekonomis yang layak untuk diekspor.
“Lidi sawit selama ini terbuang begitu saja. Padahal bernilai ekonomis yang bisa diekspor menambah penghasilan. Lidi bisa naik kelas menghidupi keluarga di tengah sulitnya ekonomi di tengah pandemi COVID-19,” kata pengumpul lidi sawit di Pasaman Barat, Ajo Syafrizal.
Sejak 3,5 bulan ini, ia berinisiatif mengumpulkan lidi sawit yang selama ini terpinggirkan dan terbuang begitu saja.
Saat ini masyarakat bisa mengumpulkan lidi sawit kering dan dihargainya Rp2.000-Rp2.500 per kilogramnya.
“Terpenting lidi sawitnya kering dan tidak hitam atau lapuk dengan ukuran 70 sampai 85 centimeter,” katanya.
Saat ini ia telah berhasil mempekerjakan 25 orang peraut lidi sawit. Rata-rata satu orang meraut lidi dengan manual mampu mengumpulkan 10 sampai 15 kilogram. Satu kilogram lidi rata-rata 250 sampai 300 batang lidi.
Artinya, satu orang bisa menghasilkan Rp37.500 dengan kerja sambilan. Apalagi jika sudah menggunakan alat yang bisa mempercepat memisahkan lidi dengan daunnya.
“Usaha ini alternatif penambah penghasilan masyarakat. Jika dikerjakan dalam jumlah besar maka akan mampu meningkatkan penghasilan masyarakat dari lidi sawit,” kata Ajo.
Dalam jangka waktu 3,5 bulan sambil mengumpul dan sosialisasi kepada masyarakat, ia sudah berhasil mengumpulkan lima ton lebih lidi sawit.
Selain mempekerjakan masyarakat, ia juga menampung lidi masyarakat yang mulai meraut lidi secara manual.
“Lidi yang kita terima dengan syarat kering dan tidak rapuh. Kita langsung membayar di tempat,” sebut dia.
Apalagi saat ini permintaan lidi cukup tinggi. Permintaan saat ini 35 ton perminggunya untuk diekspor ke negara India.
Dia menyadari sebagai tahap awal butuh perjuangan untuk menyosialisasikan ke mayarakat tentang nilai ekonomis lidi itu.
Nanti jika sudah mencapai enam ton maka langsung bisa di bawa ke Pekanbaru untuk dikumpulkan sebelum di ekspor ke India.
Saat ini ia telah mendirikan gudang penampung di Jorong Siodado Kinali, AMP 3 dan di Lubuak Batang Kapa Utara Simpang Padang Panjang Nagari Kapa, Kecamatan Luhak Nan Duo.
“Mudah-mudahan kedepannya pemerintah dapat memberikan pembinaan dan bantuan peralatan mesin agar proses perautan lidi semakin cepat,” harapnya.
Salah seorang peraut lidi di Jorong Kapa Timur Luhak Nan Duo Pasaman Barat, Novia Ningsih mengaku telah memulai meraut lidi untuk tambahan penghasilan di tengah pandemi COVID-19.
“Saya sudah memulai satu minggu ini dan membawa empat orang masyarakat untuk meraut lidi,” katanya.
Begitu juga dengan warga Kinali Suryati yang ikut meraut lidi sawit untuk menambah penghasilan.
Potensi 120 ribu haktare kelapa sawit
Dari data Dinas Perkebunan Pasaman Barat potensi kelapa sawit yang ada saat ini mencapai 180 ribu hektare lebih.
Sekitar 120 ribu haktare diantaranya merupakan kebun masyarakat. Rata-rata masyarakat memiliki kebun sawit.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Pasaman Barat, Edrizal satu haktare bisa ditanam sekitar 125 batang kelapa sawit.
Jika dikalikan luas lahan sawit masyarakat 125 x 120 haktare maka diperoleh 15.000 batang sawit. Sedangkan satu hektare sawit memiliki 5.314 pelepah.
Satu pelepah menghasilkan 2 kilogram lidi. Jika 2 dikalikan 5.314 maka diperoleh 10.628 per haktare.
“Kemudian dikalikan luas lahan kebun sawit masyarakat 10.628×120 ribu maka potensi lidinya luar biasa,” katanya.
Dia menjelaskan lidi yang bernilai ekonomis itu bisa diambil ketika umur sawit 5 sampai 25 tahun.
Apalagi, katanya lidi itu bisa dimanfaatkan selain untuk sapu lidi juga untuk berbagai anyaman tempat makanan dan souvenir lainnya sebagai pengganti rotan.
“Pengerjaanya pun tidak terlalu sulit. Jika melihat potensinya maka masyarakat bisa menambah penghasilan Rp100 ribu perharinya,” ujarnya.
Pihaknya nantinya juga siap mencarikan kerja sama dengan pihak ketiga berkolaborasi dalam rangka pemulihan ekonomi.
Dengan melihat potensi lidi sawit itu maka Dinas Koperasi dan UKM Pasaman Barat saat ini mulai bergerak bersama-sama mendorong masyarakat untuk memanfaatkan lidi sawit sebagai mata pencarian tambahan di tengah pandemi COVID-19.
“Kita mendorong masyarakat secara bertahap untuk memulai usaha lidi ini karena potensi dan Sumber Daya Alam sangat mendukung,” kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Pasaman Barat, Sukarni.
Dengan dukungan dan kolaborasi itu maka sepantasnyalah usaha lidi ini menjadi usaha tambahan pemulihan ekonomi masyarakat Pasaman Barat di tengah pandemi COVID-19 saat ini.
Dodi Ifanda
Sumber Antara Altas Maulana.